Selasa, 12 Februari 2013

“Revolusi Permanen” dan “Sosialisme di Satu Negara”: Tanggapan atas Tulisan Suar Soroso (Tentang Penghianat Marxisme )

Oleh Marhaen Soepratman
Tulisan ini dibuat untuk membalas tulisan Bung Suar Suroso Tentang Pengkhianat Marxisme dan ditulis secara garis besar untuk meluruskan ajaran Marxisme dari pelintiran-pelintiran yang menyesatkan. Dalam tulisan Bung Suar Suroso, banyak sekali polemik dan argumen yang dipaparkan; antara lain mengenai Partai Komunis Tiongkok (PKT), mengenai ajaran Mao, Deng, dan Jiang Zemin, mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI), Pancasila, dan Soekarno, mengenai Revolusi Oktober, Lenin, Trotksy, dan Stalin. Secara singkat, Bung Suroso menyimpulkan semua polemik tersebut sebagai pertentangan antara kaum Trotksis dengan kaum Marxis (atau kaum Stalinis). Sebagai seorang Marxis, tidaklah mungkin kita bisa memaparkan secara hitam dan putih polemik dan argumen yang begitu luas dan rumit, apalagi masing-masing polemik mempunyai kondisi material dan sejarah yang berbeda-beda. Contohnya,  tanpa menjelaskan secara detil, dengan mudahnya Bung Suroso melontarkan tuduhan-tuduhan bahwa kaum Trotksis adalah “anti PKI, anti Pancasila, anti Nasakom dan pendukung rezim fasis Soeharto”. Dimana argumennya? Di dalam artikel ini, saya hanya akan fokus pada pemikiran Leon Trotsky karena ini adalah polemik utama yang dipaparkan oleh Bung Suar Suroso.
Sebagai seorang Marxis, kita haruslah fokus pada perdebatan ide politik secara terbuka, ini adalah tradisi kaum Marxis. Janganlah kita mengulangi tradisi birokrasi monster Uni Soviet dibawah kepemimpinan Stalin dan sesudahnya, yang menggunakan fitnah, kekerasan, dan pembunuhan dalam menghadapi perdebatan ide politik. Kita semua tahu bagaiman nasib para individu yang tergabung dalam faksi “Left Opposition” (Oposisi kiri) yang dipimpin oleh Leon Trotsky di dalam Partai Komunis Uni Soviet (PKUS); nama baik mereka difitnah, mereka dikeluarkan dari partai, mereka diculik, diasingkan, dan akhirnya dibunuh. Bahkan Kamenev dan Zinoviev yang dari tahun 1923-1925 membentuk faksi “Troika” (Anti-Trotsky) bersama-sama dengan Stalin, akhirnya dieksekusi setelah difitnah didalam “Moscow Trial” pada tahun 1936. Sebenarnya, Kamenev dan Zinoviev difitnah dan dieksekusi karena mereka akhirnya bergabung dengan Oposisi Kiri dengan Trotsky setelah menyadari penyakit birokratisasi yang melanda PKUS. Stalin dan pendukungnya menuduh bahwa Oposisi Kiri adalah pengkhianat revolusi, walaupun sebenarnya Oposisi Kiri mencoba menyelamatkan revolusi di Uni Soviet. Bila kita membaca tulisan-tulisan Trotsky (terutama “Revolution Betrayed”, yang saat ini sayangnya belum diterjemahkan ke bahasa Indonesia), kita dapat melihat pemikiran Trotsky yang menganalisa kondisi Uni Soviet saat itu dengan metode Marxisme dan mencoba merumuskan solusi. Tetapi Stalin dan pendukungnya mensensor tulisan-tulisan Trotsky dan Oposisi Kiri, bahkan mengeksekusi tokoh-tokoh Oposisi Kiri, dan ini bukanlah metode seorang Marxis.

Mari kita lihat apa dasar pemikiran Leon Trotsky, terutama mengenai teori “revolusi permanen”. Bung Suroso, di dalam artikelnya, menyatakan bahwa “teori Trotski revolusi permanen, yaitu langsung melakukan revolusi sosialis di Indonesia tanpa melewati revolusi borjuis demokratis”. Sepertinya Bung Suroso belum membaca buku Leon Trotsky “Permanent Revolution” yang memaparkan secara jelas apa teori permanen revolusi itu.

“The Perspective of permanent revolution may be summarized in the following way: the complete victory of the democratic revolution in Russia is conceivable only in the form of the dictatorship of the proletariat, leaning on the peasantry. The dictatorship of the proletariat, which would inevitably place on the order of the day not only democratic but socialistic tasks as well, would at the same time give a powerful impetus to the international socialist revolution. Only the victory of the proletariat in the West could protect Russia from bourgeois restoration and assure it the possibility of rounding out the establishment of socialism.” (Leon Trotsky, Permanent Revolution)

[“Perspektif revolusi permanen bisa diringkas secara berikut: kemenangan mutlak revolusi demokratik di Rusia hanya bisa dicapai melalui kediktaturan kaum proletariat, dengan bantuan kaum tani. Kediktaturan kaum proletariat, yang secara tidak terelakkan akan melaksanakan tugas-tugas demokrasi dan juga tugas-tugas sosialisme, pada saat yang sama akan memberikan dorongan pada revolusi sosialis di level internasional. Hanya kemenangan kaum proletariat di negara barat dapat menyelamatkan Rusia dari restorasi borjuis dan menjamin kebulatan pendirian sosialisme” (Terjemahan oleh penulis)]
Dari ringkasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori revolusi permanen menekankan bahwa kemenangan mutlak revolusi sosialis hanya bisa dibawa oleh kaum proletariat dan harus bersifat internasional. Pembentukan front dengan kaum nasionalis, kaum borjuis kecil (petty bourgeoisie), dan/atau kaum tani hanyalah bersifat taktik, bukan bersifat prinsipal; pada akhirnya hanya kaum proletariat yang bisa dipercaya untuk membawa kemenangan mutlak sosialisme. Sebagai seorang Marxis, kita bisa fleksible dalam taktik selama secara prinsipal kita teguh; dan ini membutuhkan keyakinan dan keteguhan akan ide Marxisme. Tidak pernah dalam tulisan Trotsky ataupun Lenin yang secara dogmatis melarang front dengan kaum sosial demokrat; keputusan untuk membentuk front dengan kaum nasionalis atau sosial demokrat tergantung kondisi material.
Bung Suar Suroso mengutip politik front persatuan nasional Mao Zedong antara empat kelas: kelas buruh, kelas tani, burjuasi kecil dan burjuasi nasional; tetapi harus disadari bahwa pada tahun 1949, kekuasaan negara berserta aparatus militer adalah ditangan PKT, kaum nasionalis dan burjuis kecil sangatlah lemah karena mereka semua sudah mengungsi ke Taiwan. Maka dari itu, front tersebut secara otomatis dipimpin oleh kaum buruh dan tani. Hanya karena itulah front persatuan nasional Mao Zedong bisa berfungsi. Haruslah diingat bahwa pada tahun 1927, aliansi PKT-KMT (Koumintang, partai nasionalis Tiongkok) runtuh karena pengkhianatan KMT dan banyak kaum komunis Tiongkok yang ditangkap dan dieksekusi oleh kaum nasionalis borjuis. Aliansi tersebut adalah perintah langsung dari PKUS, yang berpendapat bahwa kaum nasionalis borjuis bisa dipercaya untuk mengusir kaum imperialis saat itu. Tetapi haruslah diingat, karena kondisi material di Tiongkok saat itu yang merupakan negara semi-koloni, kaum nasionalis borjuis Tiongkok bergantung pada kaum imperialis secara ekonomi, dan mempunyai kepentingan ekonomi yang sama. Kemenangan mutlak sosialisme oleh kaum buruh dan tani Tiongkok akan berarti kekalahan kaum nasionalis borjuis, dan KMT tidak mungkin akan membiarkan hal tersebut.
Ide revolusi permanen juga memaparkan perlunya revolusi internasional. Hanya dengan revolusi internasional dapat dipastikan kemenangan mutlak kaum proletariat sedunia. Untuk Rusia saat itu, teori revolusi permanen memaparkan bahwa kemenangan mutalk revolusi di Rusia bergantung pada revolusi internasional di negara Eropa Barat. Rusia saat itu adalah negara terbelakang, hanya kemenangan revolusi sosialis di negara kapitalis bisa membantu Rusia membangun industri dan ekonomi Rusia. Tetapi, revolusi di negara Eropa Barat gagal dan ini memukul keras kaum proletariat Rusia; dan pada akhirnya mendorong teori reaksioner “sosialisme di satu negara”. Bung Suar Suroso menyatakan bahwa Lenin tidak pernah setuju dengan ide permanen revolusi. Ini adalah sesat karena Lenin selalu memegang teguh revolusi internasional:
“The basic idea here is the one that the Vperyod has repeatedly formulated, stating that we must not be afraid … of a complete victory for Social-Democracy in a democratic revolution, i.e., of a revolutionary-democratic dictatorship of the proletariat and the peasantry, for such a victory will enable us to rouse Europe, and the socialist proletariat of Europe, after throwing off the yoke of the bourgeoisie, will in its turn help us to accomplish the socialist revolution.” (Lenin Collected Works, Vol. 9 p. 82)
[“Ide utama disini adalah satu yang oleh Vpervod sudah dipaparkan berulang kali, bahwa kita janganlah takut akan kemenangan mutlak sosial-demokrasi didalam revolusi demokrasi, dalam kata lain kediktaturan kaum proletariat dan tani yang revolutionaris-demokratis, karena hanya melalui kemenangan tersebut kita bisa membangkitkan Eropa, dan kaum sosialis proletariat di Eropa setelah melemparkan keluar kaum borjuis akan membantu kita mencapai revolusi sosialis” (Terjemahan oleh penulis)]

Bahwa Lenin menentang ide permanen revolusi adalah mitos yang digunakan oleh birokrat PKUS untuk mendorong ide “sosialisme di satu negara”. Walaupun Uni Soviet berhasil membangun industri dan ekonomi dengan sendirinya, ini dilakukan dengan mengorbankan demokrasi buruh; tanpa demokrasi buruh, penyakit birokratisme merajalela dan akhirnya meruntuhkan PKUS pada tahun 1991. PKUS runtuh bukan karena Yeltsin, Gorbhacez, Khrushchev, ataupun Stalin sendirinya secara individu. PKUS runtuh karena ide “sosialisme di satu negara” dan birokratisme.  Dan sekarang penyakit birokratisme di PKT telah membawa restorasi kapitalisme di Tiongkok.  Retorika bahwa Tiongkok adalah contoh keberhasilan sosialisme adalah bertentangan dengan kondisi ekonomi dan politik di Tiongkok sekarang ini. Buruh sudah menjadi komoditas, dan kepemilikan alat produksi sudah mulai berpindah tangan ke individu. Hanya dengan revolusi politik dimana kaum buruh dan tani Tiongkok mengambil alih kemudi politik dan ekonomi secara demokratis bisalah Tiongkok diselamatkan dari restorasi kapitalisme.
Sosialisme hanya bisa berhasil bila ada demokrasi kaum proletariat dan juga bersifat internasional. Di era globalisasi ekonomi sekarang ini, tidak ada satu negarapun yang bisa berdiri sendiri. “Sosialisme di satu negara” akan runtuh bila beroperasi dalam sistem pasar kapitalisme global, karena negara “sosialis” tersebut terpaksa harus berkompetisi dengan negara kapitalis lainnya dengan cara menurunkan production-cost. Satu-satunya cara untuk menurunkan production-cost supaya bisa berkompetisi dengan negara kapitalis lainnya adalah dengan menurunkan upah buruh, dengan kata lain, membuat buruh sebagai komoditas, mengorbankan demokrasi buruh, dll. Kesimpulannya, “sosialisme di satu negara” pasti membawa restorasi kapitalisme. Tidaklah mungkin kita bisa membangun sosialisme di negara masing-masing. Tugas utama seorang Marxis bukanlah untuk membangun sosialisme di negara masing-masing, tugas utama seorang Marxis bukanlah untuk mengembangkan tenaga produktif, tugas seorang Marxis adalah untuk membawa emansipasi kaum proletariat sedunia sebagai satu-satunya kelas yang memegang tangguk kepemimpinan politik dan ekonomi, dengan kata lain, kepemilikan dan kontrol atas semua alat-produksi secara demokratis. Bagaimana mungkin Tiongkok bisa membawa revolusi sedunia bila kaum buruhnya sendiri tidak memimpin negara sendiri, bila tanduk kepemimpinan politik dan ekonomi dipegang oleh kaum birokrat PKT dan kaum borjuis nasional berserta kaum imperialis ekonomi. Ini adalah kontradiksi yang harus diselesaikan. Kontradiksi ini hanya bisa diselesaikan dengan revolusi politik di Tiongkok untuk membawa kediktaturan ploretariat yang demokratis, dan juga revolusi sosialis di seluruh dunia. Ini adalah aplikasi teori revolusi permanen yang berdasarkan Marxisme.
Melihat dengan jelas dan singkat apa sebenarnya teori revolusi permanen yang dipegang teguh oleh Trotsky dan Lenin, maka dapat disimpulkan bahwa teori revolusi permanen bukanlah konter-revolusi seperti yang digembar-gemborkan oleh birokrat PKUS melalui metode sensor, teror, dan pembunuhan. Teori revolusi permanen adalah teori Marxis yang sangatlah relevan hingga saat ini. Kemenangan kaum proletariat hanya bisa dilaksanakan melalui kediktaturan kaum proletariat, dengan kata lain: kaum buruh memegang kontrol penuh ekonomi dan politik secara demokratis, bukan dipegang oleh kaum birokrat. Dan pada analisa terakhir, kemenangan mutlak sosialisme hanya bisa dicapai melalui gerakan untuk membawa sosialisme sedunia.
diambil dari http://rumahkiri.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar